Jumat, 30 Juli 2010

Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz


Teknologi jaringan tanpa kabel yang awalnya hanya digunakan pada daerah-daerah yang tidak terjangkau kabel kini dapat bersaing dengan teknologi kabel. Teknologi ini terus dikembangkan hingga muncul broadband wireless access (BWA) yang menjanjikan koneksi dengan data rate tinggi dengan menggunakan gelombang radio untuk mengirim dan menerima data secara langsung dari dan ke pengguna dimana saja mereka membutuhkan. BWA adalah sistem point-to-multipoint yang terdiri dari base station dan subscriber equipment. Broadband wireless mampu bersaing atau saling mengisi dengan wireline broadband tergantung dari kasus bisnis dan target pasar.

Perkembangan teknologi untuk bekerja pada kondisi Non Line of Sight (NLOS) pun turut berkembang. Oleh karena itu, hadirlah WiMAX (Worldwide Interoperability for Microwave Access) yang merupakan suatu jaringan BWA standar IEEE 802.16 dengan jarak jangkau yang mampu mencapai 50 km (tergantung dari frekuensi yang digunakan) dan menangani kecepatan data sampai 75Mbps. Teknologi ini dapat bekerja pada kondisi Line of Sight (LOS) dan Non Line of Sight (NLOS).

Sebagaimana kondisi yang biasa terjadi pada transmisi gelombang wireless, faktor redaman menjadi suatu hal yang tidak dapat dihilangkan. Oleh karena itu beberapa pihak yang terkait, khususnya para peneliti yang tergabung dalam sebuah organisasi, membuat sebuah solusi dalam bentuk persamaan untuk menghitung seberapa besar nilai redaman yang diperoleh berdasarkan kondisi geografis suatu daerah. Model propagasi yang sering digunakan untuk WiMAX adalah SUI (Standford University Interim). Dan penelitian ini merupakan tahap awal dari pemodelan kanal propagasi WiMAX di Indonesia. Karena jika hanya menggunakan SUI yang memiliki tiga tipe daerah, sepertinya tidak dapat mencakup berbagai daerah di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian khusus untuk membuat sebuah model kanal Indonesia, dan hal ini telah diawali dalam sebuah penelitian pada [1].

Alokasi Frekuensi Teknologi WiMAX di Indonesia~ Saat ini terdapat dua kategori spektrum frekuensi, yaitu licensed dan unlicensed. Untuk pemakaian spektrum frekuensi yang dikategorikan licensed, kompetitor harus membeli alokasi spektrum yang akan mereka pakai. Penggunaan alokasi frekuensi licensed memiliki keuntungan yaitu akan terlindungi dari pengaruh interferensi. Sedangkan pada spectrum unlicensed, kompetitor tidak perlu membeli lisensi alokasi frekuensi yang akan digunakan, namun kemungkinan untuk terjadinya interferensi akan sangat tinggi. Unlisenced spectrum untuk WiMAX direkomendasikan oleh WiMAX Forum pada 2.4 GHz dan 5.8 GHz.

Alokasi frekuensi yang direkomendasikan oleh WiMAX Forum dan sesuai dengan alokasi frekuensi yang dikeluarkan oleh DITJEN POSTEL, DEPKOMINFO dalam [2], untuk wilayah Indonesia, diantaranya:
v  pita frekuensi 2.3 GHz (2300 - 2450 MHz)
v  pita frekuensi 3.3 GHz (3300 - 3400 MHz)
v  pita frekuensi 3.5 GHz (3400 - 3700 MHz)
v  pita frekuensi 5 GHz (5150 - 5350 MHz)

Akan tetapi pada tahun 2009, Direktorat Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Kementerian Kominfo telah menjamin pita frekuensi radio 2360 - 2390 MHz akan steril dan siap digunakan untuk ujicoba perangkat WiMAX.

Kondisi Non Line of Sight (NLOS)~ Sinyal yang dikirimkan pada kondisi NLOS dalam [2] akan sampai pada penerima melalui pemantulan (reflections), pemencaran (scattering), dan pembiasan (diffractions). Sinyal yang akan diterima merupakan gabungan dari direct path, multiple reflected paths, scattered energy, dan diffracted propagation paths. Kondisi multipath ini akan memberikan perbedaan polarisasi, redaman, delay pancaran, dan ketidakstabilan dibandingkan dengan sinyal yang diterima secara langsung melalui direct path.

Teknologi NLOS memungkinkan teknologi WiMAX untuk menggunakan indoor Customer Premise Equipment (CPE). Terdapat dua jenis tantangan yang dihadapi indoor CPE, yaitu:
a.       menanggulangi penetration losses yang diakibatkan oleh bangunan-bangunan, dan
b.      meng-cover jarak yang layak dengan daya kirim dan gain antena yang rendah.

Antena Monopole λ/4~ Salah satu bagian penting dari suatu stasiun radio adalah antena, ia adalah sebatang logam yang berfungsi menerima getaran listrik dari transmitter dan memancarkannya sebagai gelombang radio.

Ia berfungsi pula sebaliknya ialah menampung gelombang radio dan meneruskan gelombang listrik ke receiver. Kuat tidaknya pancaran kita yang sampai di pesawat lawan bicara, sebaliknya baik buruknya penerimaan kita tergantung dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah kondisi propagasi, faktor kedua adalah posisi stasiun (posisi antena) beserta lingkungannya, faktor ketiga adalah kesempurnaan antena. Untuk pancaran ada faktor ke-empat ialah kelebaran bandwidth pancaran kita dan faktor kelima adalah power.

Sebatang logam yang panjangnya 1⁄4 Lambda (λ) akan beresonansi dengan baik bila ada gelombang radio yang menyentuh permukaannya. Jadi bila pada ujung coax bagian inner kita sambung dengan logam sepanjang 1⁄4 λ dan outer-nya di ground, ia akan menjadi antena. Antena semacam ini hanya mempunyai satu pole dan disebut monopole (mono artinya satu).

Cepat rambat gelombang sama dengan cahaya ialah 300.000.000 meter/detik, sedangkan gelombang tersebut bergetar sejumlah f cycle/detik (f = frekuensi), sehingga λ = c/f

Model Propagasi Stanford University Interim (SUI)~ Stanford University Interim (SUI) model diperoleh dari percobaan AT&T wireless service pada sejumlah area di United States. Model ini menyertakan perhitungan path loss yang dipengaruhi oleh faktor jarak antara transmitter dan receiver, ketinggian antena, frekuensi carrier, dan terrain type. Ilustrasi perangkat model tersebut dapat dilihat ada [2].

Dalam aplikasinya model ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
a.       Kategori A - Hilly/moderate to heavy tree density
b.      Kategori B - Hilly/light tree density or flat / moderate-to-heavy tree density
c.       Kategori C - Flat/light tree density

Kategori terrain yang sederhana di atas dapat memperhitungkan path loss dari RF channel pada kondisi NLOS. Model ini diperuntukkan untuk mentaksir nilai path loss sebelum perencanaan sebenarnya dimulai.

 Reference:
[1]. Darlis A.R., (2010). Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz di Lingkungan Kampus ITB. Prosiding Seminar Radar Nasional 2010., Yogyakarta, 28-29 April 2010., ISSN : 1979-2921

[2] DITJEN POSTEL, Penataan Spektrum Frekuensi Radio Layanan Akses Pita Lebar Berbasis Nirkabel (BWA), DEPKOMINFO. Jakarta, Nopember 2006.

[3] Krauss, John D, dkk. Antennas for All Applications 3rd edition, Mc Graw Hill. New York, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar